BUDIDAYA TAMBAK UDANG
I. Pendahuluan
Budidaya
udang windu di Indonesia baik di jawa maupun luar jawa pernah mengalami masa
jaya pada kisaran tahun 1985-1995.
Sistem budidaya yang super intensif dan dilakukan secara terus menerus tanpa
ada perlakuan yang lebih bijak terhadap kondisi lahan menyebabkan penurunan
terhadap panen yang didapat, bahkan sering terjadi gagal panen dalam
pembudidayaanya. Selain dari aktifitas tambak sendiri juga didukung oleh polusi
dari aktifitas pabrik, limbah kota, dan
pencemaran lainnya yang membuat merosotnya hasil yang didapat. Sering terjadi, para pemodal
kuat hanya memanfaatkan tambak dalam waktu yang singkat, asal mendapatkan
keuntungan, awalnya budidaya dipacu semaksimal mungkin, tapi ketika daya dukung
lahan merosot mereka meninggalkan lahan tersebut dan pindah mencari lahan baru
yang masih bagus. Sangat disayangkan sebenarnya, lahan yang sudah
terpakai hanya ditinggal begitu saja atau hanya dikelola lagi tetapi dengan ala
kadarnya, karena jika dilakukaan seperti sistem awal kemungkinan yang terjadi
adalah gagal panen.
II. Teknis Budidaya
Budidaya udang windu meliputi beberapa faktor, yaitu :
2.1. Syarat Teknis
Tempat ideal untuk budidaya tambak udang
-
Daerah
pantai yang masih bersih perairannya, bebas dari polutan
-
Mudah
mendapatkan sarana produksi yaitu benur, pakan, pupuk , obat-obatan dan
lain-lain
-
Tekstur
tanah yang kuat, liat, liat geluh pasiran
-
Ada
aliran/sumber air tawar
-
Mudah
diakses/transportasinya
2.2. Tipe Budidaya.
Berdasarkan letak, biaya dan operasi pelaksanaannya, tipe budidaya dibedakan
menjadi :
- Tambak Ekstensif atau
tradisional.
Petakan tambak biasanya di
lahan pasang surut yang umumnya berupa rawa bakau. Ukuran dan bentuk petakan
tidak teratur, belum meggunakan pupuk dan obat-obatan dan program pakan tidak
teratur.
- Tambak Semi Intensif.
Lokasi tambak sudah pada
daerah terbuka, bentuk petakan teratur tetapi masih berupa petakan yang luas
(1-3 ha/petakan), padat penebaran masih rendah, penggunaan pakan buatan masih
sedikit.
- Tambak Intensif.
Lokasi di daerah yang khusus
untuk tambak dalam wilayah yang luas, ukuran petakan dibuat kecil untuk
efisiensi pengelolaan air dan pengawasan udang, padat tebar tinggi, sudah
menggunakan kincir, serta program pakan yang baik.
2.3.
Benur
Benur
yang baik mempunyai tingkat kehidupan (Survival Rate/SR) yang tinggi, daya
adaptasi terhadap perubahan lingkungan yang tinggi, berwarna tegas/tidak pucat
baik hitam maupun merah, aktif bergerak, sehat dan mempunyai alat tubuh yang
lengkap. Uji kualitas benur dapat dilakukan secara sederhana, yaitu letakkan
sejumlah benur dalam wadah panci atau baskom yang diberi air, aduk air dengan
cukup kencang selama 1-3 menit. Benur yang baik dan sehat akan tahan terhadap
adukan tersebut dengan berenang melawan arus putaran air, dan setelah arus
berhenti, benur tetap aktif bergerak.
2.4. Pengolahan Lahan
Pengolahan
lahan, meliputi :
- Pengeringan kolam total
Kolam
tambak dikeringkan dan dilakukan perbaikan terutam disisi pematang, aliran air
dasar kolam. Bersihkan hama/ikan liar
yang masih ada ditambak, keringkan dari air. Pengeringan yang dilakukan, semakin
kering semakin baik, untuk menghilangkan hama dan penyakit maupun ikan liar dan
terjadinya pelepasan bahan/senyawa beracun
- Pengangkatan lumpur.
Setiap budidaya pasti
meninggalkan sisa budidaya yang berupa lumpur organik dari sisa pakan, kotoran
udang dan dari udang yang mati. Kotoran tersebut harus dikeluarkan karena
bersifat racun yang membahayakan udang. Pengeluaran lumpur dapat dilakukan dengan
cara mekanis menggunakan cangkul atau penyedotan dengan pompa air/alkon.
- Pembalikan Tanah.
Tanah di dasar tambak perlu
dibalik dengan cara dibajak atau dicangkul untuk membebaskan gas-gas beracun
(H2S dan Amoniak) yang terikat pada pertikel tanah, untuk menggemburkan tanah
dan membunuh bibit panyakit karena terkena sinar matahari/ultra violet.
- Pengapuran.
Bertujuan untuk menetralkan
keasaman tanah dan membunuh bibit-bibit penyakit. Dilakukan dengan kapur Zeolit
dan Dolomit dengan dosis masing-masing 1 ton/ha.
- Perlakuan pupuk BIO MMC.
Untuk mengembalikan kesuburan
lahan serta mempercepat pertumbuhan pakan alami/plankton dan menetralkan
senyawa beracun, lahan perlu diberi perlakuan BIO MMC dengan dosis 5 botol/ha
untuk tambak yang masih baik atau masih baru dan 10 botol BIO MMC untuk areal
tambak yang sudah rusak. Caranya masukkan sejumlah BIO MMC ke dalam air,
kemudian aduk hingga larut. Siramkan secara merata ke seluruh areal lahan
tambak.
2.5. Pemasukan Air
Setelah dibiarkan 3 hari, air
dimasukkan ke tambak. Pemasukan air yang pertama setinggi 10-25 cm dan biarkan
beberapa hari, untuk memberi kesempatan bibit-bibit plankton tumbuh setelah
dipupuk dengan BIO MMC. Setelah itu air dimasukkan hingga minimal 80 cm.
Perlakuan Saponen bisa dilakukan untuk membunuh ikan yang masuk ke tambak.
Untuk menyuburkan plankton sebelum benur ditebar, air dikapur dengan Dolomit
atau Zeolit dengan dosis 600 kg/ha.
2.6. Penebaran Benur.
Tebar benur dilakukan setelah
air jadi, yaitu setelah plankton tumbuh yang ditandai dengan kecerahan air
kurang lebih 30-40 cm. Penebaran benur dilakukan dengan hati-hati, karena benur
masih lemah dan mudah stress pada lingkungan yang baru. Tahap penebaran benur
adalah :
-
Adaptasi suhu. Plastik wadah benur direndam
selama 15 30 menit, agar terjadi penyesuaian suhu antara air di kolam dan di
dalam plastik.
-
Adaptasi udara. Plastik dibuka dan dilipat
pada bagian ujungnya. Biarkan terbuka dan terapung selama 15 30 menit agar
terjadi pertukaran udara dari udara bebas dengan udara dalam air di plastik.
-
Adaptasi
kadar garam/salinitas. Dilakukan dengan cara memercikkan air tambak ke dalam
plastik selama 10 menit. Tujuannya agar terjadi percampuran air yang berbeda salinitasnya,
sehingga benur dapat menyesuaikan dengan salinitas air tambak.
-
Pengeluaran
benur. Dilakukan dengan memasukkan sebagian ujung plastik ke air tambak.
Biarkan benur keluar sendiri ke air tambak. Sisa benur yang tidak keluar
sendiri, dapat dimasukkan ke tambak dengan hati-hati/perlahan.
2.7. Pemeliharaan.
Pada
awal budidaya, sebaiknya di daerah penebaran benur disekat dengan waring atau
hapa, untuk memudahkan pemberian pakan. Sekat tersebut dapat diperluas sesuai
dengan perkembangan udang, setelah 1 minggu sekat dapat dibuka. Pada bulan
pertama yang diperhatikan kualitas air harus selalu stabil. Penambahan atau
pergantian air dilakukan dengan hati-hati karena udang masih rentan terhadap
perubahan kondisi air yang drastis. Untuk menjaga kestabilan air, setiap
penambahan air baru diberi perlakuan BIO MMC dengan dosis 1 - 2 botol BIO MMC/ha
untuk menumbuhkan dan menyuburkan plankton serta menetralkan bahan-bahan
beracun dari luar tambak.
Mulai
umur 30 hari dilakukan sampling untuk mengetahui pekembanghan udang melalui
pertambahan berat udang. Udang yang normal pada umur 30 hari sudah mencapai
size (jumlah udang/kg) 250-300. Untuk selanjutnya sampling dilakukan tiap 7-10
hari sekali. Produksi bahan organik terlarut yang berasa dari kotoran dan sisa
pakan sudah cukup tinggi, oleh karena itu sebaiknya air diberi perlakuan kapur
Zeolit setiap beberapa hari sekali dengan dosis 400 kg/ha. Pada setiap
pergantian atau penambahan air baru tetap diberi perlakuan BIO MMC.
Mulai
umur 60 hari ke atas, yang harus diperhatikan adalah manajemen kualitas air dan
kontrol terhadap kondisi udang. Setiap menunjukkkan kondisi air yang jelek
(ditandai dengan warna keruh, kecerahan rendah) secepatnya dilakukan pergantian
air dan perlakuan BIO MMC 1-2 botol/ha. Jika konsentrasi bahan organik dalam
tambak yang semakin tinggi, menyebabkan kualitas air/lingkungan hidup udang
juga semakin menurun, akibatnya udang mudah mengalami stres, yang ditandai
dengan tidak mau makan, kotor dan diam di sudut-sudut tambak, yang dapat
menyebabkan terjadinya kanibalisme.
2.8. Panen.
Udang dipanen
disebabkan karena tercapainya bobot panen (panen normal) dan karena terserang
penyakit (panen emergency). Panen normal biasanya dilakukan pada umur kurang
lebih 120 hari, dengan size normal rata-rata 40 - 50. Sedang panen emergency
dilakukan jika udang terserang penyakit yang ganas dalam skala luas (misalnya
SEMBV/bintik putih). Karena jika tidak segera dipanen, udang akan habis/mati.
Udang yang
dipanen dengan syarat mutu yang baik adalah yang berukuran besar, kulit keras,
bersih, licin, bersinar, alat tubuh lengkap, masih hidup dan segar. Penangkapan
udang pada saat panen dapat dilakukan dengan jala tebar atau jala tarik dan
diambil dengan tangan. Saat panen yang baik yaitu malam atau dini hari, agar
udang tidak terkena panas sinar matahari sehingga udang yang sudah mati tidak
cepat menjadi merah/rusak.
III . Pakan Udang.
Pakan
udang ada dua macam, yaitu pakan alami yang terdiri dari plankton, siput-siput
kecil, cacing kecil, anak serangga dan detritus (sisa hewan dan tumbuhan yang
membusuk). Pakan yang lain adalah pakan buatan berupa pelet. Pada budidaya yang
semi intensif apalagi intensif, pakan buatan sangat diperlukan. Karena dengan
padat penebaran yang tinggi, pakan alami yang ada tidak akan cukup yang
mengakibatkan pertumbuhan udang terhambat dan akan timbul sifat kanibalisme
udang. Untuk meningkatkan mutu, menjaga kondisi daya tahan udang terhadap
penyakit, memperkecil FCR, ditambahkan VIT TO TERNA pada pakan sebelum
diberikan ke tambak. Dosisnya 1 botol 500 cc untuk 25-50 kg pakan. Pemberian
VIT TO TERNA dilakukan tiap hari, minimal dilakukan tiap 1 minggu sekali.
Pelet
udang dibedakan dengan penomoran yang berbeda sesuai dengan pertumbuhan udang
yang normal.
a.
Umur
1-10 hari pakan 01
b.
Umur
11-15 hari campuran 01 dengan 02
c.
Umur
16-30 hari pakan 02
d.
Umur
30-35 campuran 02 dengan 03
e.
Umur
36-50 hari pakan 03
f.
Umur
51-55 campuran 03 dengan 04 atau 04S
(jika memakai 04S, diberikan hingga umur 70 hari).
g.
Umur
55 hingga panen pakan 04, jika pada umur 85 hari size rata-rata mencapai 50,
digunakan pakan 05 hingga panen. Kebutuhan pakan awal untuk setiap 100.000 ekor
adalah 1 kg, selanjutnya tiap 7 hari sekali ditambah 1 kg hingga umur 30 hari.
Mulai umur tersebut dilakukan cek ancho dengan jumlah pakan di ancho 10% dari
pakan yang diberikan. Waktu angkat ancho untuk size 1000-166 adalah 3 jam, size
166-66 adalah 2,5 jam, size 66-40 adalah 2,5 jam dan kurang dari 40 adalah 1,5
jam dari pemberian.
IV. Penyakit.
Beberapa
penyakit yang sering menyerang udang adalah ;
1. Bintik Putih.
Penyakit inilah yang menjadi
penyebab sebagian besar kegagalan budidaya udang. Disebabkan oleh infeksi virus
SEMBV (Systemic Ectodermal Mesodermal Baculo Virus). Serangannya sangat cepat,
dalam beberapa jam saja seluruh populasi udang dalam satu kolam dapat mati.
Gejalanya : jika udang masih hidup, berenang tidak teratur di permukaan dan
jika menabrak tanggul langsung mati, adanya bintik putih di cangkang
(Carapace), sangat peka terhadap perubahan lingkungan. Virus dapat berkembang
biak dan menyebar lewat inang, yaitu kepiting dan udang liar, terutama udang
putih. Belum ada obat untuk penyakit ini, cara mengatasinya adalah dengan
diusahakan agar tidak ada kepiting dan udang-udang liar masuk ke kolam
budidaya. Kestabilan ekosistem tambak juga harus dijaga agar udang tidak stress
dan daya tahan tinggi. Sehingga walaupun telah terinfeksi virus, udang tetap
mampu hidup sampai cukup besar untuk dipanen. Untuk menjaga kestabilan
ekosistem tambak tersebut tambak perlu dipupuk dengan BIO MMC.
2. Bintik Hitam/Black Spot.
Disebabkan oleh virus Monodon
Baculo Virus (MBV). Tanda yang nampak yaitu terdapat bintik-bintik hitam di
cangkang dan biasanya diikuti dengan infeksi bakteri, sehingga gejala lain yang
tampak yaitu adanya kerusakan alat tubuh udang. Cara mencegah : dengan selalu
menjaga kualitas air dan kebersihan dasar tambak.
3. Kotoran Putih/mencret.
Disebabkan oleh tingginya
konsentrasi kotoran dan gas amoniak dalam tambak. Gejala : mudah dilihat, yaitu
adanya kotoran putih di daerah pojok tambak (sesuai arah angin), juga diikuti
dengan penurunan nafsu makan sehingga dalam waktu yang lama dapat menyebabkan
kematian. Cara mencegah : jaga kualitas air dan dilakukan pengeluaran kotoran
dasar tambak/siphon secara rutin.
4. Insang Merah.
Ditandai dengan terbentuknya
warna merah pada insang. Disebabkan tingginya keasaman air tambak, sehingga
cara mengatasinya dengan penebaran kapur pada kolam budidaya. Pengolahan lahan
juga harus ditingkatkan kualitasnya.
5. Nekrosis.
Disebabkan oleh tingginya
konsentrasi bakteri yang merugikan dalam air tambak. Gejala yang nampak yaitu
adanya kerusakan/luka yang berwarna hitam pada alat tubuh, terutama pada ekor.
Cara mengatasinya adalah dengan penggantian air sebanyak-banyaknya ditambah
perlakuan BIO MMC 1-2 botol/ha, sedangkan pada udang dirangsang untuk segera
melakukan ganti kulit (Molting) dengan pemberian saponen atau dengan perlakuan
salinitasnya.
Penyakit pada udang sebagian
besar disebabkan oleh penurunan kualitas kolam budidaya. Oleh karena itu
perlakuan BIO MMC sangat diperlukan baik pada saat pengolahan lahan maupun saat
pemasukan air baru.